Dalam majalah Tempo edisi Akhir tahun, ada sebuah artikel menarik yang menceritakan sebuah mitos Yunani “Ikarus”.
Ikarus adalah seorang pemuda yang terpenjara di Pulau Kreta. Ia ingin melarikan diri dari sana dengan jalan udara. Ayahnya Daedalus, adalah seorang penemu, ia membuatkan sayap untuk Ikarus. Bulu-bulupun ditata dan direkatkan dengan lilin ke tubuh Ikarus. Ikarus terbang, tetapi karena Ikarus terbang terlalu tinggi maka lilin yang ada pada tubuhnya meleleh terkena sinar matahari, Sayapnya tanggal dan Ikarus jatuh ke laut Aegea dan ia tenggelam.
Pada tahun 1555, Brueghel melukis sebuah lukisan tentang adegan saat Ikarus jatuh ke bumi. Lukisan itu bernama “Lanskap dengan Kejatuhan Ikarus”. Lukisan itu berupa sebuah gambar pemandangan penuh warna, pada sebuah musim semi. Seorang petani sedang menggaruk sawah dengan kudanya disebelah kanan bagian dari gambar itu ada anak yang tampak memandangi sebuah kapal tanpa sama sekali terpengaruh oleh Ikarus yang sekarat. Dimana Ikarus? Ikaraus hanya dilukiskan dengan sepasang betis yang memutih sesaat sebelum tenggelam.
Lukisan ini merupakan salah satu lukisan dengan tema Humanisme. Apa itu humanis? Humanis adalah paham yang memusatkan manusia sebagai subyek yang bebas dari segala ukuran. Manusia berdiri tegak sebagai sebuah makhluk yang otonom. Goenawan Mohamad membuat komentar yang sangat baik dari tulisannya itu: Ketika manusia menegakkan diri sebagai subyek yang otonom, manusia itu sekaligus membuat dirinya berada diluar yang tidak otonom.
Di tahun yang baru ini apa yang akan kita lakukan. Apakah kita akan seperti Ikarus? Tuhan memberikan kita akal budi dan kepandaian untuk kita miliki. Bahkan kita dapat meramal hal-hal yang ada didepan kita, meskipun tidak pernah tepat. Ikarus dapat terbang tinggi, dengan segala kemampuan yang ia punyai, tapi Ia lupa bahwa kemampuannya itu ada batasnya. Diluar kemampuannya itu, Ikarus harus bergantung sebagai makhluk yan tidak otonom.
Yesaya 41:10 mengatakan: Janganlah takut sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang sebab Aku ini Tuhanmu, Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau, Aku akan memegang engkau dengan tangan kananKu yang membawa kemenangan. Inilah yang seharusnya kita lakukan sebagai orang yang percaya pada Kuasa Tuhan kita. Bergantung sepenuhnya sebagai makhluk yang tidak otonom. Kita tahu secara pasti dengan kemampuan yang kita miliki, kita tidak dapat benar-benar mandiri, kemampuan yang kita miliki seharusnya dipakai untuk memuliakan Tuhan, dan biarkanlah Tuhan yang mengatur semua kehidupan kita.
Prinsip Humanisme pada dasarnya sangat bertentangan dengan Alkitab. Kita didorong untuk memiliki percaya diri yang berlebihan dengan seruan “kalau kamu mau, kamu pasti bias” sedangkan dalam Mazmur 118:8 jelas tetulis “Lebih baik berlindung pada Tuhan, daripada percay kepada manusia”.Awal tahun ini adalah saat yang baik untuk merenungkan apa yang sebaiknya kita lakukan. Apakah kita akan mengatur kehidupan kita sendiri atau kita menyerahkan semua segi kehidupan kita dalam tangan Tuhan? Ada satu yang kita perlu tahu, sama seperti yang Goenawan Moehamad, Pemimpin redaksi Tempo, katakan: saat kita mengambil alih pengaturan diri kita, pada saat yang sama kita sekaligus mengeluarkan diri kita dari pengaturan tangan Tuhan. Amin. by Davy Kurnia.
No comments:
Post a Comment